Wartasidik.co — Bekasi
BCA Finance kembali buat ulah dimana dulu terjadi diwilayah Bogor, Sangat memprihatinkan segerombolan orang mengaku debt collector merampas paksa satu unit kendaraan pick up berwarna putih dengan No pol B. 9947 KAV dengan dalih tidak tepat waktu dalam membayar kewajiban angsuran per setiap bulannya.
Sedangkan menurut keterangan pemilik kendaraan tersebut pada 22 Juni 2024 pihak BCA finance baru mendebit secara otomatis angsuran pembayaran sesuai perjanjian awal yang di sepakati bersama.
Peristiwa perampasan itu terjadi di wilayah Ciputat Tanggerang pada tanggal 16 Agustus 2024, Dimana segerombolan debt collector yang berjumlah banyak itu memberhentikan secara paksa kendaraan di tenggah jalan tanpa ada pembicaraan solusi kepada anak pemilik kendaraan atas nama yang tertera di STNK.
III Baca Juga :
Unit pick up tersebut di kendarai oleh Charlos ferdinanta bersama rekannya bernama Alvredo dimana kendaraan tersebut di penuhi barang muatan dari konsumen yang memesan kendaraan antar jemput barang melalui aplikasi on line lalamove.
Sedangkan debt collector tersebut menurunkan secara paksa dan memindahkan barang muatan tersebut ke kendaraan lain tanpa anak si pemilik kendaraan dapat menyelesaikan tanggung jawabnya ke konsumen yang memesan kendaraan tersebut untuk mengantarkan barang muatannya terlebih dulu.
Menurut keterangan anak pemilik kendaraan tersebut, debt collector tidak menunjukan surat tugas dan surat permohonan penyitaan unit kendaraan sesuai putusan pengadilan juga menciderai undang undang Ojk.
Yang lebih fatal pihak yang mengaku debt collector tersebut memalsukan surat berita acara serah terima kendaraan dengan menanda tangani di bagian debitor.
Yang mana menulis nama anak pemilik kendaraan tersebut dengan ejaan yang salah.
Jelas melanggar undang-undang perlindungan konsumen uupk pasal 18 dengan kata lain klausal baku tersebut dinyatakan batal demi hukum.
Dijelaskannya akibat pelanggaran terhadap pencantuman klausal baku tersebut lembaga pembiayaan dapat dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak 2 miliar. Sanksi ini termasuk dalam pasal 62 uupk tidak hanya uupk yang dilanggar namun uujf juga tidak dilaksanakan secara sempurna oleh lembaga pembiayaan, Hal ini dapat dilihat dari sistem dan prosedur perjanjian kredit antara lembaga pembiayaan dengan konsumen.
Dalam pasal 5 uujf disebutkan bahwa setiap pembebanan benda dengan jaminan fidusia harus dibuat dengan akta notaris dan merupakan akta jaminan fidusia, syarat akta notaris adalah dibuat dihadapan dan dibacakan notaris dihadapan para pihak konsumen dan lembaga pembiayaan.
Akta tersebut kemudian didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia untuk penerbitan sertifikat jaminan fidusia, namun seringkali ketentuan tersebut dilanggar oleh lembaga pembiayaan dengan tidak membuat perjanjian fidusia secara notaris tetapi di bawah tangan anehnya pelanggaran lembaga pembiayaan didukung oleh oknum notaris dengan menjadikan akta notaris guna didaftarkan menjadi sertifikat jaminan fidusia.
Hal itu dibuat oleh notaris dengan dasar kuasa konsumen kepada lembaga pembiayaan untuk membebankan hak jaminan fidusia, hal ini jelas-jelas melanggar uupk yang menyebutkan bahwa lembaga pembiayaan dilarang membuat klausal baku yang memberikan kuasa untuk membebankan hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Pendaftaran fidusia tersebut merupakan hal wajib bagi lembaga pembiayaan dalam hal ini pihak leasing sesuai dengan pasal 11 UUJF (Undang undang Jaminan Fidusia) apabila tidak didaftarkan maka secara hukum perjanjian jaminan fidusia tersebut adalah tidak memiliki hak eksekutorial dan merupakan perjanjian hutang piutang secara umum sehingga tidak memiliki kewenangan eksekusi sebagaimana pasal 29 UUJF.
Apabila hal itu dilakukan maka patut dipertanyakan dasar lembaga pembiayaan untuk melakukan eksekusi terhadap jaminan milik konsumen, apabila hal ini dibiarkan maka akan timbul peradilan jalanan yang bertugas sebagai eksekutor swasta dimana semestinya yang berhak menarik adalah pengadilan karena kasus ini merupakan kasus perdata atau hutang piutang.
Akibat dari peristiwa tersebut anak pemilik kendaraan tersebut mengalami trauma bersama rekannya yang bersama sama ada di dalam mobil pick up tersebut hingga orang tua korban akan tempuh jalur hukum melaporkan kejadian tersebut ke (L P S K ) Lembaga perlindungan saksi dan korban.
Juga ke pihak ( O J K ) Otoritas Jasa Keuangan serta ke Bareskrim guna meminta perlindungan dan kejelasan hukum yang berlaku di Indonesia.