Wartasidik.co — Banjarmasin
Lahirnya Surat Edaran Ketua MA Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 adalah sebuah solusi sekaligus kebablasan. Sebuah keprihatinan dalam dunia advokat indonesia saat ini.
Lahirnya Surat Edaran Mahkamah Agung (sema ) No. 73 Thn 2015 tidak terlepas dari akibat konflik perang dingin Peradi melawan KAI serta beberapa organisasi advokat lain yang tercantum dalam pasal 28 (ayat 1) uu no.18 th thn 2003 ttg advokat, yang berkepanjangan kurang lebih 7 tahun lamanya. Belakangkan terjadinya perpecahan lagi di internal kubu Peradi itu sendiri dengan beberapa kubu, termasuk pecahnya Kongres Advokat Indonesia (KAI).
Pasca lahirnya SEMA No.73 thn 2015 tersebut, dipikir sebagai solusi bersama sekaligus berakhirnya konflik beberapa OA yang eksis saat itu sekaligus rekonsiliasi, eh malah bermunculan Organisasi Advokat (OA) baru justru semakin babak belur. Semua atas nama kebebasan berkumpul dan berserikat dengan dalil pertimbangan Pasal 28 UUD 1945, Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 24 ayat (1) UU HAM: Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, yang berbunyi : Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Tidak salah juga kalau perspektif itu yang dipakai. Pertanyaan kritis, apakah benar murni atas nama demokrasi atau menjadi kesempatan bagi oknum -oknum tertentu untuk mengais keuntungan dengan memanfaatkan SEMA ini dan membentuk OA baru yang bermunculan.
III Baca Juga :
Berikut Jadwal Dan Tata Cari Mengikuti Vaksinasi Massal Di Stadion Patriot Chandrabhaga