Jaga Nama Adhyaksa, KCH Resmi Layangkan Surat Proses Pidana Mantan Sesjamdatun

Redaksi
banner 120x600

Dari Rp550 juta itu, sambung Maria, Rp50 jutanya diterima Natalia Rusli melalui transfer ke rekening BCA atas nama Sheilla Ariestia Edina, terkait urusan penangguhan penahanan yang perkaranya tengah ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur yang ternyata tidak diurus atau tidak terbukti alias bohong.

“Alat bukti lengkap dan tindakan pidana ada, pelaku ada. Apakah Jaksa Agung benar-benar tegas mau bersihkan institusi Kejaksaan atau cuma pencitraan saja? Kita buktikan, silahkan masyarakat memantau perkembangannya dan menilai sendiri,” tuturnya.

Masih kata Maria, dukungan itu juga datang dari LQ Indonesia Law Firm yang bersedia menjadi saksi fakta dan menyerahkan semua alat bukti apabila Kejaksaan Agung RI serius mau proses secara pidana dugaan gratifikasi sebagai deterrence effect atau efek jera terhadap para oknum Jaksa nakal yang merusak nama baik Kejaksaan.

“Coba Jaksa Agung simak sendiri, Kapuspenkum ketika ditanya apakah pencopotan terkait mafia kasus, dijawab ‘sesuai yang beredar’, lalu tunggu apalagi Jaksa Agung, pemimpin tertinggi Kejaksaan mengetahui adanya gratifikasi didepan matanya, tapi hanya dicopot saja?. Lalu apa gunanya UU Tipikor?,” sindir Maria.

Maria menambahkan, apakah, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) hanya berlaku kepada pelaku diluar Kejaksaan yang bertentangan dengan prinsip Equality Before The Law yakni, semua sama dimata hukum dan tidak pandang bulu. Jika sudah diperiksa dan terbukti, sesuai yang beredar bahwa ada markus Natalia Rusli kasih uang ke mantan Sesjamdatun, apakah itu bukan gratifikasi?.

“Lalu kenapa dibiarkan? Apakah Kejagung jadi tempat ‘Safe House’ bagi koruptor dan oknum?. Saya selaku Ketua LSM, sangat kecewa, kok aparat penegak hukum malah melindungi dan membiarkan oknum pelanggar hukum?. Proses pidana dong, biar para terduga pelaku diadili, jangan sampai reputasi Korps Adhyaksa terus menerus dilecehkan,” pungkasnya.