Hukum  

Krisis Kepercayaan Terhadap Hukum, Korban Perkara Oknum Polisi Rentenir, Bersumpah di bawah KITAB SUCI

banner 120x600

Wartasidik.co // Medan

Krisis kepercayaan terhadap penegakan hukum di bumi Ibu Pertiwi ini semakin buming. Akibat ketidakpercayaan, warga yang merasa terzolimi pun mengadukan ke Tuhannya dan bersumpah di bawah Kitab Suci tentang kebenaran yang mereka alami.

Ikhwal fenomena ini kebanyakan terjadi akibat ketidakprofesionalan oknum penyidik Kepolisian dalam mengungkapkan kebenaran.

Semisal ‘Kasus Vina Cirebon’ santer menjadi perhatian masyarakat Indonesia, bahkan sampai ke manca negara.

III Baca Juga:

Diduga Oknum Bintara Polri Bermain Proyek, Kapolri Diminta Segera Mencopot

Laporan LQ Indonesia Lawfirm Tidak Diterima Komisi Yudisial, Alkausar Akbar: Apa Gunanya KY

Saka Tatal salah satu korban dari delapan (8) orang yang mengaku adalah korban Kriminalisasi Hukum atas aduan Iptu Rudiana, berani lakukan ritual Sumpah Pocong demi mengungkapkan kebenaran yang ia dan ketujuh rekannya alami.

Saka yang sudah menjalani hukuman penjara ini melakukan Sumpah Pocong pada 9 Agustus 2024 di Padepokan Agung Amparan Jati, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Sumpah ini dilakukan untuk membuktikan bahwa Saka tidak terlibat dalam kasus pembunuhan Vina dan Muhammad Rizky pada tahun 2016. Sumpah pocong adalah ritual membalut tubuh dengan kain kafan seperti jenazah. Ritual ini sering dilakukan untuk membuktikan kebenaran atau tuduhan.

Sedemikian dialami Utari Syahfitri, janda punya anak dua (2) masih di bawah umur. Di dalam Mesjid Lapas Tanjung Gusta Medan, di bawah Kitab Suci Alquran, Utari bersumpah tidak pernah menjual rumahnya kepada Bripka Abadi Ginting (AG).

Pada rekaman video durasi 1 menit 17 detik yang direkam salah satu pegawai Lapas itu, Utari bersumpah berlinang air mata. “Saya bersumpah atas nama Allah yang Mulia. Saya tidak pernah menjual rumah saya kepada Abadi Ginting. Dan saya tidak pernah datang ke Notaris Sri Anitha Ginting seperti yang dituduhkan Abadi Ginting.

Saya juga tidak mengenal siapa Sri Anitha Ginting. Saya juga tidak pernah membuat surat pernyataan yang seperti dituduhkan sama saya sehingga saya dipidana. Yang Mulia, tolonglah berlaku adil kepada saya. Demi Allah yang Mulia, saya tidak pernah melakukan jual beli dengan Abadi Ginting. Abadi Ginting memfitnah saya yang mulia,” ujar Utari di rekaman video.

Seperti diketahui, Utari digugat oleh AG di PN Stabat. Padahal dirinya sedang ditahan atas aduan AG di Polres Binjai dengan tuduhan pemalsuan surat.

Sementara Utari melaporkan AG Cs yang datang ke rumahnya di Desa Lau Mulgab Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat Sumatera Utara (baca: Dipenjara Atas Laporan Oknum ‘Polisi Rentenir’, Ibu Janda Ini Ingin Mengadu Ke Mabes POLRI Hingga Ke Istana Presiden) malah di ‘SP3’.

Di mana Laporan Polisi Nomor: LP/B/211/II/2023/SPKT/POLDA SUMUT tertanggal 20 Februari 2023 tentang kedatangan AG Cs yang mengacak-acak rumah Utari dan membuat plang ‘RUMAH INI DI JUAL’ itu telah dihentikan sejak tanggal 31 Oktober 2024 karena bukan merupakan peristiwa pidana.

“Bukan kami yang salah. Di LP nya kan tentang Pengrusakan, kami periksa tidak ada pengrusakan,” kata Kompol TP Butarbutar, Kanit 2 Subnit 1 Kamneg Polda Sumut di ruang kerjanya ketika dikonfirmasi kenapa Laporan Utari di berhentikan (SP3).

Digali lebih dalam apakah peristiwa kedatangan AG Cs sedemikian bukan merupakan peristiwa pidana? TP Butarbutar berkilah, Pasal yang diterapkan sewaktu melapor di SPKT tidak tepat. “Kan dilaporkan hal pengrusakan. Kenapa dilaporkan pengrusakan? Buat laporan lagi lah. Sudah dulu ya, saya mau rapat dulu,” ucapnya tanpa mau merinci Pasal apa yang diterapkan atas perbuatan AG Cs yang mengacak-acak isi rumah, menggembok rumah dan membuat plang ‘RUMAH INI DI JUAL’ itu.

Di sisi lain pada laporan Propam oleh Utari Nomor: B/381/VI/WAS.2.1./2024/Bidpropam telah melakukan sidang KEPP terhadap pelanggar an. Bripka AG Unit Reskrim Polsek Binjai Utara Polres Binjai pada tanggal 27 Mei 2024 dengan putusan berupa: a. Sanksi Etika: 1) Perilaku Pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela; 2) Kewajiban pelanggar meminta maaf secara lisan di hadapan Sidang KEPP dan secara tertulis kepada Pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan; 3) Kewajiban Pelanggar untuk mengikuti pembinaan Rohani, mental dan pengetahuan Profesi selama 1 (satu) Bulan.

b. Sanksi Administratif berupa penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

Kembali ke Utari. Ia sebut tidak pernah menerima permintaan maaf AG. Bahkan AG Cs acap kali mengintimidasi dia dan anak-anaknya. “Kami merasa tertekan, dihubungi, diancam melalui WA (WhatsApp), didatangi terus. Nah sekarang malah saya di gugat di PN Stabat. Dia (AG) bilang rumah saya sudah dibelinya.

Padahal saya hanya minjam 30 Juta, pada Januari 2021 di Notaris almarhum Pesta Ulina. Hal itu dituangkan menjadi PERJANJIAN PENGAKUAN HUTANG dengan angkanya jadi 38,5 Juta. Artinya bunga uangnya 8,5 Juta perbulan. Saya sudah bayar sampai dua ratus juta lebih. Ada bukti transfer.

Tapi SKT Rumah saya yang jadi jaminan tidak juga dipulangkan. Lalu tiba-tiba ada Notaris baru Sri Anitha Ginting yang saya tidak kenal. Saya diancam dan diperas terus sama dia (AG).

Saya sudah melaporkan, tapi hasilnya sia-sia. Saya sudah tak percaya sama Hukum pak, maka saya bersumpah begitu,” isak ibu ini menangis di ujung telepon seluler.

Penulis: Tim Editor: Redaksi WS